Rumah Dara


Bawa kepala mereka...

Teror maut yang ditebar Dara (Shareefa Daanish), perempuan anggun misterius yang hidup di pedalaman Subang, Jawa Barat baru terkuak malam ini. Maaf Nyonya Dara, korban Anda kali ini tidak kalah kejam, bengis dan cerdik. Menyeringai dan melempar serapah “Enak kan?!!” bukan trik jitu untuk menakuti Ladya (Julie Estelle), dkk. Tergopoh-gopoh pada akhirnya, menuntaskan perkara ini tak semudah mewariskan 'seni' membunuh kepada tiga putra-putri Anda. Belajarlah untuk menerima kegagalan, akuilah bahwasanya Ladya menang 1:0 dari Anda. Biar saja keberuntungan masih berpihak padanya. Toh denyut nadi Nyonya masih bergetar....

Rumah Dara (Darah, versi Singapura dan Macabre, versi internasional) yang merupakan versi full-length dari film pendek Dara (2007) karya duet The Mo Brothers (Kimo Stamboel dan Timo Tjahjanto), membawa kita ke dalam pusaran horor klasik lebih dari dua dasawarsa silam. Mo sendiri tanpa sungkan telah mengakui bahwa mereka terinspirasi dari 'The Mother of Slasher' yakni The Texas Chain Saw Massacre (1974). Pada awal munculnya The Texas... tak hanya penonton sibuk memuji, sineas dan kritikus pun turut terpancing untuk bereaksi. Sebagian menyatakan dukungan atas keberanian Tobe Hooper dan Kim Henkel mengangkat 'the art of massacre' ke dalam genre horor -yang pada era itu-- masih belum mengenal kebrutalan secara tersurat. Sebagian lain mencibir dengan pernyataan “tak ada manfaat dari mengumbar sadisme kotor.Alas! Bukankah horor, thriller, suspense atau apa pun sebutannya memang diciptakan untuk mematikan selera makan kita?

Sayangnya, sekali kita menikmati The Texas... maka panca indera kita langsung bekerja seketika. Kelimanya menjadi demikian aktif merespon apa yang tertangkap di layar lebar. Ini pula yang terasa ketika saya menonton Rumah Dara. Anyir darah yang tercium dari seluruh sudut rumah Nyonya Dara merebak hingga gedung bioskop. Ditambah dengan deru gergaji mesin yang siap dilandaskan Nyonya Dara beserta anggota keluarga ke tubuh korban-korbannya yang malang. Berikut penyokong besarnya: Armand (Ruli Lubis), anak laki-laki tertua yang bertugas sebagai tukang jagal di rumah terlaknat itu. Ia yang bertanggungjawab atas penyediaan daging manusia segar. Adam (Arifin Putra), anak laki-laki kedua yang berkewajiban menjamin keselamatan penghuni rumah dan menuntaskan persoalan dengan kekerasan. Karena secara fisik, Adam paling kuat di rumahnya. Terakhir, si bungsu Maya (Imelda Therinne) yang bertugas sebagai umpan calon korban agar masuk ke dalam rumah induk semangnya.

Kepada tiap-tiap scene brutal dan sadis dalam Rumah Dara, boleh kita berikan applause untuk seluruh kru dan pemain film ini. Tak ada yang sia-sia. Semua pada tempatnya dan tidak berloncatan kesana-sini. Pengerjaan konsepnya saya lihat hampir menyamai proyek ambisius Sam Raimi, Drag Me to Hell (2009). Untuk film sekelas Indonesia, inilah film thriller-horror bernilai A. Kinerja Rony Arnold menjadi semacam standar sinematografi baru untuk sineas lokal. Jangan tinggalkan film ini kalau ingin membuat film horor menjadi lebih baik! Detail suara yang digarap Khikmawan Santosa dan Richard Hocks menyentak juga menyengat. Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani berkontribusi penuh dalam pengadaan musik yang menjadi salah satu kekuatan besar Rumah Dara. Herman Panca menyempurnakan dengan teknik penyuntingannya yang menyerupai generator. Menghidupkan sepanjang cerita berjalan.

Shareefa Daanish benar-benar menyeramkan. Jika selama ini kita masih bingung menentukan siapa penerus mendiang Suzzanna, bisa jadi setelah menonton aktingnya tak lagi sulit kita jawab. Mungkin terlalu dini saya memprediksi bahwa Daanish bisa menjadi pemain film horor yang dinominasikan menyabet Piala Citra. Lagi-lagi prestasi langka yang hanya pernah diraih pendahulunya jika ini benar terjadi.
Julie Estelle terlihat bagus pada bagian yang tidak banyak dialog. Ia masih lemah dalam porsi yang menuntut keseriusan berucap sambil berekspresi.
Imelda Therinne 'meracuni' pikiran saya bahwa ia benar-benar perempuan jalang. Itu artinya saya mengakui ia bekerja dengan apik disini.
Ario Bayu lebih manusiawi memainkan perannya. Tetapi tidak lebih baik daripada aktingnya di Kala (2007).
Sigi Wimala berhasil membuat saya memasukkan namanya dalam daftar aktris muda yang tak bisa dipandang remeh. Saya tak berharap apa-apa darinya sebelum menonton film ini, tetapi inilah bakat rupanya. Mungkin Sigi sendiri tidak menyadari ia menyimpan potensi yang begitu besar.
Arifin Putra mengombinasikan ekspresi dan gesture secara intens. Penampilan yang menyegarkan setelah kita jemu disuguhi aktor A, B dan C mendominasi layar lebar selama lima tahun.
Ruli Lubis membuat saya ingin meludahi mukanya dan menggorok batang lehernya (euforia?)
Pemain lain seperti Dendy Subangil dan Mike Lucock tidak mengecewakan. Berbeda dengan Daniel Mananta yang gagal secara keseluruhan. Ia seperti Alyssa Soebandono versi laki-laki. Semuanya serba kaku.

Jangan lupa, sebarkan pesan baik ini. Rumah Dara adalah film thriller-horror terbaik Indonesia yang pernah ada. Saya perjelas lagi, sangat lebih baik dari Pintu Terlarang (2009). Narasinya khidmat, dalam dan terkenang. Artistiknya bisa dipertanggungjawabkan. Special effectsnya belum ada yang mengalahkan dari genre ini. Akhirnya tentu saja saya ucapkan “Silakan dimulai...” kepada The Mo Brothers!



4/5




(KP/260110)

9 comments:

Anonymous said...

FIlM yang BAGUSSSSSSSS

gunawan triantoro said...

Bener2 film yang menegangkan...berkualitas secara keseluruhan.....bener banget yg paling mengecewakan daniel mananta (duh,berisik banget siy ni org sepanjang film) & aming (walaupun cameo,tp dia cukup mengganggu intens ketegangan,duh,gak perlu banget deh ada dia...)..but overall,ini film paling gila di awal tahun....meskipun blm sempurna,namun dibandingkan film2 indonesia lain,ini dia juara awal tahun....bahkan ampe sekarang aku benci banget ma daanish...cewek ini sangat berkualitas....pengen nonjok aja kalo liat ekspresi-nya....bravo deh buat the mo brothers,kalian jenius!

Anonymous said...

hidup the MO!!!! two thumbs up!!!

hundred percent agreeeeeed...... MG!!!

jojo said...

akhirnya kita nemuin the next suzzanna. bravo daanish & the mo brothers!

Mellyana's Guardians said...

@ Gunawan: Kami juga 'benci' Daanish hehe

@ Jojo: Terima kasih telah setuju soal Suzzanna :)

hadie said...

danish emang bisa jadi penerus eyang suzana

Anonymous said...

maju terus mo bro

Anonymous said...

ini lah film indonesia yg pantas d juluki "THE REAL HORROR FILM"..
SHAREEFA DANNISH emg berhasil membius kita..dengan gesture tubuhnya yg WOW!!!..
salut bwt dia..

jadi g'sabar nunggu film THE MO BROTHERS selanjutnya,,
yg bklan d beri judul "the killers"..

two thumbs up bwt THE MO BROTHERS n SHAREEFA DANNIS..!!!!

Anonymous said...

yang paling gue suka pas adegan julie estelle mo digergaji...wuiihhhh berasa gue ikutan jadi victim hahaha

pokoknya gue baru sekali ini puas nonton film horor indo after era suzanna

excellent review by MG..... keep on writing guys!