Belkibolang - The Directors

 Rico Marpaung (kiri) dan Panji Rahadi di lokasi syuting Belkibolang


MG (Mellyana's Guardians): Sebelumnya selamat untuk Belkibolang. Apa perasaan Anda setelah premiere kemarin?

RM (Rico Marpaung): Senang dan bangga tentunya. Apalagi respon dari penonton juga cukup baik.

AP (Anggun Priambodo): Senang bisa lihat Belkibolang untuk pertama kalinya diputar layar bioskop. Ditonton oleh teman-teman yang belum saya kenal dan juga yang saya kenal. Akhirnya dengan layar lebar.

WSP (Wisnu Suryapratama): Setelah premiere senang. Karena ini short fiction saya yang pertama. Tapi saya lebih menunggu lagi pemutaran berikutnya karena premiere kan untuk undangan, lalu pemutaran berikutnya kita bisa melihat reaksi penonton yang datang ke pemutaran emang benar-benar pengen lihat Omnibus ini.


MG: Apa yang membuat Anda tertarik mengerjakan segmen Anda dalam proyek ini?

RM: Sebenarnya ide membuat Planet Gajah sudah ada sebelum ada Belkibolang. Ide itu muncul dari pembicaraan saya dengan Titien Wattimena dan Sonny Setiawan (DOP Planet Gajah). Beberapa saat menjelang shooting, baru saya ditawarkan oleh Meiske Taurisia dan Titien Wattimena selaku produser, untuk film Planet Gajah diikutsertakan dalam sebuah film Omnibus berjudul Belkibolang.

AP: Waktu mendapatkan ide ini saya sangat bersemangat untuk segera merealisasikan, karena saat berpikir tentang ide ini saya sudah geli sendiri membayangkan ini difilmkan. Juga kerja sama dengan teman-teman lainnya, Sidi (Saleh), Edwin, Agung (Sentausa), Tumpal (Tampubolon), Ifa (Isfansyah), Rico (Marpaung), Kucing (Wisnu Surya), Kinoy, Tinut (Titien Wattimena), Panca, Iponx, Ari Satria.

WSP: Yang menarik dari Ella adalah tantangan untuk saya bermain sekaligus menyutradarai dalam satu film. Di awal syuting saya kesulitan, tapi setelah 20 persen berjalan saya mulai dapat ritmenya.


MG: Bagaimana pembagian kerja per segmen sebetulnya? Apakah Anda dibebaskan memilih segmen atau diberi mandat oleh produser?

RM: Sebenarnya semua sutradara datang dengan ide masing-masing, lalu semua cerita ditulis oleh Titien Wattimena. Jadi tidak ada pembagian kerja per segmen.

AP: Per segmen berdiri sendiri dalam hal produksi, jadi tidak saling mengganggu satu segmen dengan yang lainnya. Tidak ada mandat dari produser. Saya membawa sinopsis yang sudah saya buat ke Titien, lalu dia melengkapi sedikit. Setelah itu kami berdiskusi, lalu diproduksi.

WSP: Kalau film saya, ide ceritanya dari saya, lalu kita diskusikan bareng-bareng Dede (Meiske) dan Titien. Lalu Titien menulis skenarionya, dan saya menerjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan Madura. Ada sedikit perubahan ketika mengadaptasi script kedalam bahasa Jawa dan Madura, terutama menyesuaikan joke dan anekdot biar sesuai dengan konteks budaya kedua tokoh.

 Rico Marpaung

MG: Bagian mana yang menurut Anda paling sulit dalam proses pembuatan Belkibolang secara umum dan pada segmen Anda khususnya?

RM: Kalau dari Belkibolang secara umum, mungkin kesulitannya adalah mengumpulkan kesembilan sutradara untuk membicarakan post production film ini. Mengingat semua punya kesibukan masing-masing. Kalau untuk Planet Gajah adalah menemukan pemain yang available pada saat itu. Panji Rahadi dan Girindra Kara bertemu pada saat-saat terahir sebelum syuting. Tapi saya cukup puas bekerjasama dengan mereka.

AP: Mencocokkan jadwal di tiap produksinya agar tidak berkepanjangan menuju hasil akhir. Susahnya karena jadwal kami berbeda-beda, maka kami menunggu film terakhir diproduksi untuk menuju proses selanjutnya. Tetapi itu semua bukan masalah yang besar. Untuk segmen saya sendiri, Tokek, tidak ada kendala sama sekali.

WSP: Menyesuaikan jadwal ke 9 sutradara dan produser karena semua orang sibuk dengan jadwal masing-masing. Sampai sekarang belum pernah kita kumpul semua secara lengkap, hehehe... Kalau untuk Ella, kesulitannya adalah karena dalam bahasa Jawa dan Madura, jadi cuma segelintir orang yang mengerti script, jadi setiap mau ambil shot saya menjelaskan dulu ke kru bagian ini ceritanya begini. Termasuk ketika mengedit. Untungnya editor offline-nya Mas Sastha Sunu, ngerti bahasa Jawa, tapi tetap bagian yang Madura saya harus sedikit menjelaskan dan berdiskusi.

Anggun Priambodo (kiri)

MG: Apa yang ingin Anda capai dengan film ini?

RM: Pencapaian saya sebenarnya hanya ingin bisa membuat sebuah film. Namun sampai saat ini semua sudah diluar ekspektasi. Masuk di JiFFest dan di bulan Januari nanti akan masuk di Rotterdam Film Festival.

AP: Ada pesan yang ingin saya sampaikan tentang hal yang terjadi dalam kehidupan saya dan tentu semua orang yang tinggal di Jakarta. Saya terinspirasi dari kebiasaan PLN (Perusahaan Listrik Negara) mematikan listrik secara bergilir di kota ini. Idenya dari sana.

WSP: Saya ingin menunjukkan bagian Jakarta yang lain yakni kaum urban. Mereka bawa kultur dan permasalahan mereka ke kota ini dan memberi warna untuk Jakarta.


MG: Sebelum Belkibolang, dimana Anda?

RM: Planet Gajah adalah proyek short film pertama saya sebagai sutradara. Selama ini saya di feature film sebagai Art Director.

AP: Dari tahun 2003 membuat video musik dengan bendera The Jadugar. Saya suka mengerjakan music video dari band independent label karena mereka lebih menerima hal baru dalam ide visual. Selain itu juga masih aktif membuat video art dan berpameran sampai sekarang. Itu saja.

WSP: Saya lebih banyak bekerja untuk project komersial sebelumnya, baik itu TVC atau company profile. Juga mengerjakan proyek film dokumenter. Ini Omnibus saya yang kedua setelah 98.08.

Wisnu 'Kucing' Suryapratama

MG: Sudah ada proyek apa saja berikutnya?

RM: Project berikut sebagai sutradara, saya akan membuat short film ber-genre action. Judulnya Copat Copet.

AP: Ada music video dari Bangkutaman  berjudul Ode Buat Kota dan promo untuk Musikal Laskar Pelangi yang sedang saya kerjakan sekarang. Keduanya sedang dalam proses post-production. Lalu bulan Desember ini, Culapo, label kaos saya berulangtahun yang pertama. Saya juga tengah menyiapkan program film dan video untuk ulang tahun Ruangrupa ke-10 akhir tahun ini.

WSP: Berikutnya cari uang dulu lah... Hahaha (tertawa). Mungkin, pengennya sih bikin satu short fiction dan satu short documentary di 2011.


Notes

Rico Marpaung's Keywords: Garasi (2006), Merah Itu Cinta (2007), LoVe (2008), Heart-Break.com (2009), Rumah Dara (2010), Minggu Pagi di Victoria Park (2010)

Anggun Priambodo's Keywords: Laser Gun Electro Boy (Goodnight Electric), Kuncianmu (BIP), Lingkar Labirin (The Brandals), Sunday Memory Lane (White Shoes and The Couples Company), Bioskop Merdeka

Wisnu Suryapratama's Keywords: 98.08 - Anthology of 10th Year of Indonesian Reform, Tian Jin Orchestra Concert, Video Campaign against domestic violence for UNFPA, KONFIDEN



(MG/30112010)

*Terima kasih Mas Rico, Mas Anggun dan Mas Wisnu untuk sikap kooperatifnya. Good luck, guys!
Photo Credits: Joen P. Ginting, Panji Rahadi, Anggun Priambodo, Wisnu Suryapratama

2 comments:

Anonymous said...

wisnu kucing aktivis 98 itu?
rio/jakarta

Anonymous said...

kalau minta screening ke kampus gimana prosedurnya ya? thanks